Bruxism yang di Indonesia dikenal dengan istilah ngerot. Bruxism bisa didefinisikan sebagai suatu gerakan rahang di luar gerakan fungsional otot-otot pengunyahan (mastikasi) yang menyebabkan beradunya (grinding) gigi-geligi atas dengan bawah. Atau lazim pula dikenal dengan sebutan gerakan parafungsional.
Bruxism disebabkan oleh banyak hal (multifaktoral) alias tidak memiliki penyebab tunggal yang berdiri sendiri. Kadang kala malah bisa saja tidak diketahui faktor penyebab yang pasti. Beberapa hal yang bisa dianggap bisa menyebabkan bruxism adalah sebagai berikut.
a. Faktor Psikologis
Dalam hal ini stres fisiologis atau rasa takut/cemas yang berlebihan (ansietas).
Pada orang-orang tertentu, stres yang terpendam bisa keluar sebagai bruxism.
Pada orang dewasa, bisa terjadi stres akibat pekerjaan, masalah domestik, keluarga dan lain-lain.
Pada anak-anak itu bisa terjadi karena stres akibat beban pelajaran, lingkungan, keluarga, maupun lingkungan permainannya.
b. Terdapat gangguan oklusi (occlusal interference)
Misalnya, ada hambatan bagi pengidap untuk mencapai keadaan ketika gigi-geligi atas bisa bertemu dengan gigi-geligi bawah.
Perlu diketahui istilah oklusi sebenarnya secara umum artinya adalah keadaan ketika gigi-geligi atas dan bawah saling bertemu.
c. Kelainan Neuromuskular
Jarang terjadi.
d. Minuman yang mengandung kafein atau alkohol.
Pernah juga dilaporkan bahwa banyak konsumsi minuman yang mengandung kafein atau alkohol bisa meningkatkan risiko mengidap bruxism.
e. Berkaitan dengan pertumbuhan
Pada anak-anak terkadang bisa juga berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri. Anak-anak kadang kala mengerot karena gigi-geliginya yang tidak rata (atau gangguan oklusi) atau bisa juga sebagai suatu respons terhadap rasa “gatal” karena gigi-geligi yang mau tumbuh. Silakan melihat tabel pertumbuhan gigi.
Akibat
Umumnya gerakan itu tidak disadari, hanya saat bangun pagi biasanya pengidap merasakan otot-otot pipinya kencang atau pegal.
Gejala lain adalah rasa nyeri pada sendi rahang. Bilamana kebiasaan itu cukup parah, umumnya bisa dilihat adanya jejas (tanda-tanda) berupa permukaan gigi geligi yang “aus” (worn).
Gigi normal biasanya pada permukaannya terdapat semacam tonjolan (cusps) dan alur (grooves). Pada permukaan gigi yang aus, karakteristiknya biasanya hilang dan permukaan giginya jadi rata dan licin/halus.
Namun, bukan berarti setiap orang yang memiliki permukaan gigi “aus” berarti dia menderita bruxism karena ausnya permukaan gigi bisa
disebabkan oleh hal lain. Misalnya frekuensi konsumsi makanan/minuman yang bersifat asam seperti pempek, cola drinks, fruit juice, dan
lain-lain. atau penggunaan sikat gigi yang tidak benar. Akibat lain, bisa terlihat adanya jejas pada tepi lidah dan mukosa pipi.
Pada kasus yang ekstrem, jika kondisi jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang sekitarnya) tidak sanggup lagi menahan beban tekanan kunyah yang berlebihan, jaringan pendukung gigi itu pun bisa rusak dan gigi bisa goyang, bahkan bisa mati.
Penanggulangan
Tindakan yang perlu dilakukan pertama kali adalah mencegah rusaknya gigi-geligi, termasuk struktur pendukungnya akibat ngerot. Caranya bisa
dengan memasang splint yang berbentuk semacam mouth guard untuk petinju, tetapi dalam bentuk yang lebih tipis dan tidak besar. Splint bertujuan agar permukaan gigi geligi tidak saling bertemu.
Selain terapi dengan splint, bilamana diperlukan, dokter gigi akan melakukan occlusal adjustment atau berusaha merawat, agar oklusi pasien
menjadi ideal, serta menghilangkan gangguan oklusi. Salah satunya bisa dengan perawatan orthodonti / kawat gigi.
Sedangkan untuk mencegah gigi “aus” itu sendiri bisa dibantu dengan menjaga konsumsi makanan/minuman yang bersifat asam seperti pempek (dengan bumbunya yang asam), cola drinks, fruit juice, dan lain-lain.
Yang tidak kalah penting adalah menelusuri kondisi psikologis sang penderita. Keterbukaan untuk berkomunikasi adalah kuncinya agar kita
bisa mengetahui social history pasien. Kalau anak mungkin peran orangtua sangat besar untuk mengetahui kepribadian anak, kebiasaan anak, kondisi keluarga, dan sebagainya.
Anak-anak yang hiperaktif juga bisa menderita bruxism. Bisa pula sang anak stres terhadap tuntutan pelajaran yang tidak bisa dikemukakan
karena kemampuan berartikulasi masih sangat terbatas. Bisa pula karena orangtua yang terlalu “keras” dalam menanamkan disiplin pada anak.
Tekanan Batin
Dr Benny pernah merawat seorang pasien yang bruxism sejak kecil hingga dewasa karena luka batin terhadap orangtuanya yang terlalu “keras”. Karena anak tidak bisa protes, dia pun menahan tekanan batinnya selama ini dengan “ngerot”. Bilamana sang anak suka menghisap jari/ibu jari, atau menggigit-gigit kuku, pensil, dan lain-lain, terkadang bisa menjadi tanda bahwa dia mungkin ngerot pada malam harinya.
Ada beberapa gambar yang mungkin bisa sedikit memberi gambaran keadaan akibat bruxism yang parah sekali, dan gambar splint yang dijelaskan di atas, agar mudah membayangkannya.
Benny M. Soegiharto
DDS (Jakarta), MSc (London), MOrthRCS (England).
Department of Orthodontics Eastman Dental Institute and Hospital
University College London 256, Grays Inn Road, London, WC1X 8LD United
Kingdom
(Sumber Milis Canimed)
One Comment
JaneRadriges
I really like your post. Does it copyright protected?